Selamat Datang Di Kota Pacitan

MY BLOGS

Kamis, 26 Februari 2009

goa gong

goa gongGoa gong - alkisah waktu itu, Dusun Pule mengalami kemarau yang panjang, sehingga sulit untuk mencari air minum dan air untuk berbagai keperluan sehari-hari. Maka Mbah Noyo Semito dan Mbah Joyo mencoba mencari air ke dalam gua yang dianggapnya terlalu jauh dari rumah penduduk kurang lebih 400 meter. Dengan menggunakan alat penerangan tradisional berupa obor (daun kelapa kering yang diikat) hingga menghabiskan tujuh ikat, kedua kakek tersebut berhasil menelusuri lorong-lorong goa hingga menemukan beberapa sendang dan mandi di dalamnya. Peristiwa tersebut terhitung 65 tahun yang lalu yang dihitung mundur dari tahun 1995.
Atas penemuan tersebut, pencarian berikutnya pun dilakukan, tepatnya pada hari Minggu Pon tanggal 5 Maret 1995, berangkatlah sejumlah rombongan yang berjumlah delapan orang untuk mengeksplore lebih jauh tentang keberadaan goa tersebut. Singkat cerita akhirnya rombongan tersebut berhasil menyusuri gua yang keindahannya bisa dirasakan sampai sekarang.
selayaknya kita melawat ke daerah Pacitan. Sebab di antara bukit-bukit gersangnya, ternyata tersimpan goa-goa eksotisme bawah tanah batuan gamping. Yang hanya akan meninggalkan jejak keindahan bagi mata yang pernah memandangnya.
Menyusuri jalan menuju daerah wisata ini sebenarnya sudah merupakan rekreasi tersendiri. Deretan bukit batuan gamping menghiasi sepanjang kiri-kanan jalan. Jalan yang berkelok indah di sisi pinggir bukit membuat lintasan paralel menyusur di antara kehijauan pohon jati. Angin segar menerpa, di atas aspal baru. Mengantarkan kaki menuju parkiran wisata goa Gong, di Kecamatan Punung, Pacitan Jawa Timur.
Panas tiba-tiba menyergap saat tubuh keluar dari kendaraan. Menyadarkan pikiran saya bahwa kini saya berada di salah satu daerah paling keras di Pulau Jawa. Keras karena batuan gamping meloloskan air sampai ke dasar-dasar liangnya hingga terasa sulit sekali bagi orang-orang di sana untuk mencari setetes air saja.
Perlahan, kaki melangkah menaiki tanjakan, menuju pintu goa. Di sepanjang perjalanan menuju mulut goa, deretan kios pedagang makanan masih tertutup rapat. Mungkin karena saya datang bukan saat akhir minggu, jadi deretan kios ini terlihat menutup diri saja. Lagipula, memang tak banyak pengunjung yang datang saat itu. Hanya terlihat sekelompok pria dewasa, yang sepertinya hanya ingin melewati rasa penasarannya saja untuk melihat isi perut bumi di daerah desa Bomo ini.

Tiba di mulut goa, langkah sempat terhenti oleh datangnya puluhan orang setempat yang menawarkan jasa. Ada yang menawarkan senter dan layanan pemandu bagi yang membutuhkan. Karena sudah membawa headlamp, saya membeli sebuah buku panduan seharga Rp 3.000 saja, dan memutuskan masuk lorong tanpa pemandu.

Memasuki lorong pertama di goa gong ini, sudah terasa keindahan mulai memijar. Deretan straw (ornamen berbentuk seperti sedotan) berebut memenuhi langit-langit goa. Sebuah ungkapan selamat datang yang mahaindah bagi yang mengerti. Karena deretan straw tersebut bisa berarti sinyal pemberitahuan, mengenai lebatnya ornamen lain di dalamnya.
Benar saja, setelah melewati lorong straw, langsung mata ini disergap oleh puluhan bahkan ratusan ornamen goa gong yang berbeda tiap bentuknya. Teramat banyak saya kira, lebih banyak dari sekumpulan ornamen goa gong yang pernah saya lihat di gua-gua lainnya di tanah Jawa ini. Semua penuh memadati lorong menurun goa gong, menghiasi tiap meter sisi tangga. Menjadi hiasan yang tak terukur nilainya, karena tiap ornamen bisa jadi berumur ratusan tahun lamanya.
Saking banyaknya ornamen yang ada di dalam goa gong tersebut, sampai sulit rasanya menyebutkan satu per satu di sini. Yang paling saya ingat mungkin sekumpulan gourdyn raksasa, yang dipenuhi bintik mutiara di dalamnya. Titik-titik kecil tersebut seperti ribuan kunang-kunang saja layaknya. Suasana goa gong yang temaram makin menambah eksotis ribuan titik mutiara itu. Memenuhi tiap jengkal mata memandang, dan bila memejamkan mata, rasanya masih tertinggal ribuan titik mutiara tersebut memenuhi benak kepala.

Degung Gong

Perjalanan masih terus memasuki lorong-lorong. Menembus di antara stalagmit dan stalagtit. Membentuk wis031tiang-tiang tinggi penyangga lorong, mengukuhkan keberadaan mereka di sana. Diselang-selingi dengan tirai tipis batuan, menimbulkan kekaguman saat mencoba mengetuknya. Terdengar suara berdengung, yang menggema di seantero lorong. Rupanya inilah sebab mengapa goa ini disebut Gong. Karena tiap kita memukul bagian ornamen di dalamnya, akan terdengar suara berdegung, mirip suara yang dihasilkan gong gamelan kesenian khas Jawa.

Hingga akhirnya saya keluar dari lorong-lorong berhawa panas tersebut, masih terasa sentuhan pada mata dan kuping ini. Menembus liang pemikiran dan berbayang terus, bahkan sampai es degan (kelapa) melewati kerongkongan. Baru tersadar bahwa keindahan goa tersebut benar-benar sebuah anugerah dari kuasa, yang diberikan untuk mempercantik kawasan keras gamping tersebut.
Ruang pertama, yaitu ruang Sendang Bidadari. Dalam ruangan ini terdapat sendang kecil dengan air yang dingin dan bersih. Di sebelahnya adalah ruang Bidadari, dimana menurut cerita diruangan kadang melintas bayangan seorang wanita yang cantik.

Ruang tiga dan empat adalah ruang kristal dan marmer, dimana dalam ruangan tersebut tersimpan batu kristal dan marmer di sisi-sisi atas dan samping gua dengan kualitas yang hampir sempurna. Memasuki ruang lima, adalah ruangan yang sedikit lapang. Di tempat ini pernah dijadikan konser musik empat negara, yaitu; Indonesia, Swiss, Inggris dan Perancis dalam kerangka mempromosikan keberadaan Goa Gong ke mancanegara.Ruang enam adalah ruang pertapaan dan terakhir ruang tujuh adalah batu gong. Adalah batu-batu yang apabila kita tabuh akan mengeluarkan suara seperti gong.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar